Setelah sekian lama tidak posting tulisan, kali ini saya ingin membahas topik ini terinspirasi dari pengalaman pribadi, hihihi....
GALAU...kata yang lagi trend khususnya di kalangan remaja, yang umumnya kegalauan terjadi akibat masalah percintaan. Yaa...para remaja memang hanya berkutat di seputar masalah itu, lihat saja status-status mereka di media sosial, kebanyakan bertopik tentang kegalauan percintaan (sebenarnya pengalaman pribadi juga sih waktu masih remaja, hihihi).
Rumah tangga baru...hmm... yang ada dalam benak kita pastinya sepasang suami isteri yang masih mesra-mesranya serta bahagia menjalani kehidupan baru mereka. Apalagi bila ditambah dengan kehadiran baby yang tentu membuat semua menjadi lebih indah. Tapiiiii.....di balik kebahagiaan itu pastinya ada juga problem yang timbul, dan yang paling banyak terjadi adalah financial problem.
Mengapa masalah keuangan itu terjadi?
Rumah tangga baru ibarat sebuah bisnis yang baru didirikan, butuh modal dan manajemen. Selanjutnya dalam perjalanannya timbullah biaya-biaya, terkadang biaya yang timbul itu melebihi jumlah pendapatan sehingga terjadilah defisit. Dalam rumah tangga baru, pasangan suami istri baru biasanya memikirkan untuk mandiri dengan memiliki rumah sendiri, selanjutnya setelah memiliki anak, mereka memikirkan untuk memberikan yang terbaik untuk anaknya serta mulai memikirkan biaya pendidikannya kelak. Dengan pikiran "selagi masih muda" maka pasangan rumah tangga baru mulai melakukan investasi melalui bantuan perkreditan bank dan finance. Dan tarantaaammmm.....mulailah muncul masa-masa "kere" akibat banyaknya pengeluaran dan terasa cukup berat, apalagi untuk wanita yang sebelum menikah terbiasa dengan kesenangan-kesenangannya, hahahaha....
Sebuah solusi tentu sangat diperlukan untuk mengatasi permasalahan rumah tangga baru ini. Manajemen keuangan yang baik solusi terbaiknya. Tapi bagaimanakah itu manajemen keuangan yang baik? Tidak semua orang khusunya wanita sebagai ibu rumah tangga pengelola keuangan mampu melakukan manajemen keuangan yang baik. Sebuah cara saya akan coba tawarkan di sini yaitu meminimalisir pengeluaran konsumtif untuk pengeluaran produktif. Yang seperti apakah pengeluaran konsumtif dan pengeluaran produktif itu? Pengeluaran konsumtif ada pengeluaran untuk hal-hal yang bersifat konsumtif, habis pakai habis manfaat dan tidak memberikan nilai tambah yang berarti atas penggunaannya, dan pengertian sebaliknya untuk pengeluaran produktif. Dalam hal ini kita harus pandai-pandai memilah-milah mana pengeluaran yang memang harus terjadi. Untuk lebih jelas saya akan mencontohkan pengeluaran rutin dalam rumah tangga saya hehehe.
Biaya-biaya rutin yang keluar setiap bulan seperti kebutuhan anak (susu formula, pampers, telon, sabun, bedak, dll), kebutuhan rumah (sembako, dll), biaya listrik, biaya pulsa handphone, biaya makan siang di kantor, biaya jalan-jalan seminggu sekali, biaya bbm (mobil dan motor), ditambah cicilan rumah dan kendaraan. Hiksss....banyak banget ya pengeluaran bulanan. :(... Selanjutnya kita kelompokkan untuk pengeluaran yang memang harus terjadi seperti membayar cicilan rumah dan kendaraan, selain bersifat wajib juga bisa dikatakan sebagai pengeluaran produktif karena bersifat investasi jangka panjang dimana kita bisa memiliki aset berharga seperti rumah serta kendaraan yang sangat menunjang mobilitas kita sehari-hari. Sedangkan pengeluaran lainnya bersifat konsumtif, tetapi bagaimanapun pengeluaran tersebut tentu saja tidak bisa dihapuskan seluruhnya. Memang tidak bisa dihapuskan, tetapi kita masih bisa mengurangi kuantitasnya atau mungkin kualitasnya, ya tentu dengan solusi mengganti dengan barang subtitusi (barang sejenis yang manfaatnya sama tetapi berbeda kualitas, merek, dan harga). Sebagai contoh untuk pengurangan kuantitas seperti biaya jalan-jalan seminggu sekali, bisa dikurang menjadi sebulan sekali, pas pada saat kita keluar ke plaza atau swalayan untuk belanja bulanan. Tiga minggu lainnya kita bisa menikmati akhir pekan di rumah saja misalnya menemani anak menonton kartun kesukaannya, bermain sepeda bersama atau melakukan hal-hal menyenangkan lainnya di rumah. Contoh lain adalah penggunaan kendaraan, bila biasa saat ke kantor menggunakan mobil, yang menghabiskan lebih banyak bbm, maka lebih baik kita menggunakan motor saja, panas-panasan sedikit tak apa-apalah :). Mobil bisa digunakan saat-saat tertentu saja, mungkin saat jalan-jalan bersama keluarga. Sedangkan contoh untuk menggunakan barang substitusi misalnya untuk keperluan rumah tangga, seperti mengganti sabun mandi cair yang harganya lebih mahal dengan sabun mandi batangan yang harganya lebih murah, selain itu masih banyak lagi barang-barang keperluan rumah tangga yang bisa disubstitusi. Lalu pertanyaannya sampai kapan??? Tentu saja kita harus bersabar sampai neraca keuangan kita stabil. Seiring waktu biasanya jumlah pendapatan kita akan bertambah, dan jumlah cicilan akan berkurang (lunas).
Berbicara tentang barang konsumtif dan produktif, tentu terkait dengan pola hidup masyarakat Indonesia pada umumnya, ya..bisa dibilang pola hidup kita adalah konsumtif, sangat senang dan bangga berbelanja barang-barang mewah dan impor, padahal yang terpenting dan terbaik adalah kita memakai apa yang kita rasa nyaman walaupun harganya murah. Tapi yang repot ya kalau memang nyamannya kalo pakai yang maha sih, hehehe....
Ya....pada akhirnya kembali ke diri kita masing-masing guys .....
Semoga artikel ini bermanfaat..... See u later....
Sebuah solusi tentu sangat diperlukan untuk mengatasi permasalahan rumah tangga baru ini. Manajemen keuangan yang baik solusi terbaiknya. Tapi bagaimanakah itu manajemen keuangan yang baik? Tidak semua orang khusunya wanita sebagai ibu rumah tangga pengelola keuangan mampu melakukan manajemen keuangan yang baik. Sebuah cara saya akan coba tawarkan di sini yaitu meminimalisir pengeluaran konsumtif untuk pengeluaran produktif. Yang seperti apakah pengeluaran konsumtif dan pengeluaran produktif itu? Pengeluaran konsumtif ada pengeluaran untuk hal-hal yang bersifat konsumtif, habis pakai habis manfaat dan tidak memberikan nilai tambah yang berarti atas penggunaannya, dan pengertian sebaliknya untuk pengeluaran produktif. Dalam hal ini kita harus pandai-pandai memilah-milah mana pengeluaran yang memang harus terjadi. Untuk lebih jelas saya akan mencontohkan pengeluaran rutin dalam rumah tangga saya hehehe.
Biaya-biaya rutin yang keluar setiap bulan seperti kebutuhan anak (susu formula, pampers, telon, sabun, bedak, dll), kebutuhan rumah (sembako, dll), biaya listrik, biaya pulsa handphone, biaya makan siang di kantor, biaya jalan-jalan seminggu sekali, biaya bbm (mobil dan motor), ditambah cicilan rumah dan kendaraan. Hiksss....banyak banget ya pengeluaran bulanan. :(... Selanjutnya kita kelompokkan untuk pengeluaran yang memang harus terjadi seperti membayar cicilan rumah dan kendaraan, selain bersifat wajib juga bisa dikatakan sebagai pengeluaran produktif karena bersifat investasi jangka panjang dimana kita bisa memiliki aset berharga seperti rumah serta kendaraan yang sangat menunjang mobilitas kita sehari-hari. Sedangkan pengeluaran lainnya bersifat konsumtif, tetapi bagaimanapun pengeluaran tersebut tentu saja tidak bisa dihapuskan seluruhnya. Memang tidak bisa dihapuskan, tetapi kita masih bisa mengurangi kuantitasnya atau mungkin kualitasnya, ya tentu dengan solusi mengganti dengan barang subtitusi (barang sejenis yang manfaatnya sama tetapi berbeda kualitas, merek, dan harga). Sebagai contoh untuk pengurangan kuantitas seperti biaya jalan-jalan seminggu sekali, bisa dikurang menjadi sebulan sekali, pas pada saat kita keluar ke plaza atau swalayan untuk belanja bulanan. Tiga minggu lainnya kita bisa menikmati akhir pekan di rumah saja misalnya menemani anak menonton kartun kesukaannya, bermain sepeda bersama atau melakukan hal-hal menyenangkan lainnya di rumah. Contoh lain adalah penggunaan kendaraan, bila biasa saat ke kantor menggunakan mobil, yang menghabiskan lebih banyak bbm, maka lebih baik kita menggunakan motor saja, panas-panasan sedikit tak apa-apalah :). Mobil bisa digunakan saat-saat tertentu saja, mungkin saat jalan-jalan bersama keluarga. Sedangkan contoh untuk menggunakan barang substitusi misalnya untuk keperluan rumah tangga, seperti mengganti sabun mandi cair yang harganya lebih mahal dengan sabun mandi batangan yang harganya lebih murah, selain itu masih banyak lagi barang-barang keperluan rumah tangga yang bisa disubstitusi. Lalu pertanyaannya sampai kapan??? Tentu saja kita harus bersabar sampai neraca keuangan kita stabil. Seiring waktu biasanya jumlah pendapatan kita akan bertambah, dan jumlah cicilan akan berkurang (lunas).
Berbicara tentang barang konsumtif dan produktif, tentu terkait dengan pola hidup masyarakat Indonesia pada umumnya, ya..bisa dibilang pola hidup kita adalah konsumtif, sangat senang dan bangga berbelanja barang-barang mewah dan impor, padahal yang terpenting dan terbaik adalah kita memakai apa yang kita rasa nyaman walaupun harganya murah. Tapi yang repot ya kalau memang nyamannya kalo pakai yang maha sih, hehehe....
Ya....pada akhirnya kembali ke diri kita masing-masing guys .....
Semoga artikel ini bermanfaat..... See u later....